5 Oktober 2020

Unpublished: Adakah Cinta Sejati dalam Cinta Terlarang?

Catatan: Tulisan ini ditulis untuk lomba yang diselenggarakan Line Today, tapi saya tidak tahu kelanjutan lombanya bagaimana, jadi lebih baik saya pos di blog, walau sebenarnya tidak bagus-bagus amat. Selamat membaca! ;)


Adakah Cinta Sejati dalam Cinta Terlarang?

Oleh: Anton E. Aditama

Pernah dengar lagu Jadikan Aku yang Kedua milik Astrid? Atau lagu Cinta Terlarang-nya The Virgin? Dua lagu ini mungkin yang paling menggambarkan kehidupan saya selama ini.

Buat saya sih, di dunia ini nggak ada yang namanya cinta terlarang. Sebagian dari kita menafsirkan cinta terlarang sebagai perasaan cinta pada sesama jenis, atau menyukai seseorang yang sudah berpasangan. Bagi saya yang seorang agnostik, saya percaya bahwa Tuhan menciptakan berbagai jenis cinta, tidak hanya satu macam. Cinta yang selama ini umumnya kita kenal adalah cinta antara laki-laki dengan perempuan. Kisah Laila-Majnun. Romeo dan Juliet. Jayaprana dan Layonsari. Padahal ada cinta lain selain itu yang sudah dikisahkan sejak barabad-abad lalu.

Everything is fair in love and war - Semuanya sah dalam cinta dan perang, begitu kata pepatah dalam film 3 Idiots. Sah-sah saja menyukai seseorang dari gender yang sama atau mencintai seseorang yang sudah menjadi pasangan orang lain. Agama dan moral tidak bisa jadi pembatas. Mencintai saja takkan merugikan siapapun. Tapi keinginan untuk memiliki orang itu adalah sesuatu yang lain. Ini yang sering menjadi penghalang.

Bagi saya seorang laki-laki gay, sulit menemukan orang yang ingin serius menjalani hubungan dengan saya. Kebanyakan laki-laki yang datang kepada saya hanya ingin dipuaskan secara seksual. Tidak sedikit dari laki-laki ini yang sudah berpacaran dengan perempuan, tapi terlalu takut untuk melakukannya dengan pasangan mereka.

Aku nggak mau merusak masa depan mereka lah.”

Kalau sama perempuan aku takut nanti mereka hamil.”

Begitu jawaban yang pernah saya dapat. Orang-orang ini tidak pernah memikirkan bahwa saya, seperti halnya para perempuan itu, adalah manusia yang berpikir dan merasa. Saya menjadi tempat pemuas nafsu, hanya dicari saat dibutuhkan.

Berbeda dengan saya yang menganggap bahwa menjadi laki-laki gay adalah sesuatu yang wajar dan bukan gangguan kejiwaan (seperti yang bolak-balik digembar-gemborkan WHO) orang-orang ini tidak bisa menerima diri mereka. Mereka tidak bisa menerima fakta bahwa menjadi gay atau biseksual sama normalnya dengan menjadi heteroseksual.

Sebagian besar orang tidak ingin percaya pada penelitian sains yang membuktikan bahwa gay dan biseksual dibentuk karena konstelasi otak manusia yang berbeda saat bayi berada dalam kandungan. Saya mengalami masa kecil dan remaja yang nyaris normal. Bahkan seandainya orang membaca habis jurnal DSM V dan PPDG III Psikologi, mereka akan menolak setuju ketika saya berkata bahwa menjadi non-hetero tidak disebabkan karena keluarga yang brokenhome atau pergaulan yang keliru.

Saya telah belajar bertahun-tahun untuk menerima diri saya apa adanya. Sekarang saya sudah tidak peduli apa kata dunia. Yang saya inginkan hanyalah dicintai oleh seseorang yang benar-benar tulus. Seorang laki-laki yang menanggap bahwa saya pantas untuk dihargai selayaknya manusia, bukan budak pemuas seks.

Saat masih remaja, sambil mendengarkan lagu Astrid, saya berandai-andai bahwa orang yang saya sukai sebetulnya juga menaruh hati pada saya kendati mereka telah punya pacar. Saya tidak keberatan walau saya hanya menjadi pacar kedua. Saya cukup bahagia hanya dengan dicintai secara diam-diam.

Saya kini telah berumur dua puluh tiga tahun. Saya telah menjalani beberapa kali hubungan dan belum menemukan orang yang tepat. Mantan saya yang terakhir adalah seorang pria Inggris yang baik dan penyayang. Kami bertemu lewat aplikasi dating, dia berkunjung ke Indonesia tahun lalu. Kami menelurusuri Karimun Jawa dan mendaki Bromo bersama-sama. Saya merasa bahagia dan dicintai selama beberapa waktu. Tapi saya memutuskan hubungan itu setelah enam bulan lantaran saya tidak tahan lagi menjalani hubungan jarak jauh begitu dia pulang ke Inggris.

Kini saya berusaha menemukan pria lokal yang betulan mencintai saya. Tidak mudah memang. Tapi saya sering menghibur diri bahwa tidak ada yang mustahil di dunia ini. Saya tidak ingin menyerah dengan mimpi-mimpi saya.

Yang membuat saya benar-benar galau akhir-akhir ini, saya tengah jatuh hati dengan seseorang. Baru belakangan saya tahu kalau dia ternyata sudah punya pacar laki-laki yang jauh lebih imut dari saya. Mereka berdua adalah pasangan yang serasi dan saya tidak ingin merusak hubungan mereka. Kadang-kadang saya menangis memikirkan ini. Jika saya orang yang benar-benar tulus, seharusnya menyukai dari jauh saja sudah cukup. Tapi saya bukan orang semacam itu. Saya ingin dicintai dan diperhatikan oleh orang yang saya suka. Sayang sekali saya tidak bisa berbuat apa-apa soal ini.

Selama bertahun-tahun ini saya berkhayal bahwa suatu hari akan datang seorang laki-laki yang diciptakan Tuhan untuk saya dan hanya untuk saya saja. Laki-laki baik dan penyayang. Tapi bermimpi saja tidak cukup. Saya tahu saya harus mencarinya. Kadang saya mencoba terlalu keras, ini yang membuat saya sedih. Saya kadang-kadang berusaha sangat keras dan tidak mendapatkan apa-apa.

Pada suatu titik saya benar-benar putus asa dan ingin menyerah. Saya mencoba menyiasati ini dengan mengalihkan fokus saya. Saya menulis banyak puisi dan cerpen. Saya menerbitkan dua buku secara indie dan menjadikannya sebagai koleksi pribadi. Tadi pagi atasan saya yang tahu saya senang menulis memberitahu kompetisi menulis Skandal Asmara ini di Line Today dan setelah menimbang-nimbangnya, saya memutuskan ingin membagi cerita saya.

Harapan saya lewat cerita ini akan lebih banyak orang di luar sana yang menghargai cinta seperti yang saya miliki. Bahwa cinta tidak memandang gender. Cinta tidak bisa didikte bahkan oleh agama atau moral sekalipun. Negara tidak bisa menghalangi saya mencintai orang yang dipilih hati saya. Saya percaya pada keajaiban cinta sejati, dan saya akan memperjuangkannya bahkan kalau saya harus mati. (Oke, yang terakhir agak berlebihan, nggak perlu dihiraukan)

Jadi, inilah cerita saya.



Surabaya, 24 Maret 2020

Kepada LINE Today

Oleh Anton E. Aditama






Tidak ada komentar:

Posting Komentar