Hendra naik bus dengan lesu. Ia benci sekali harus berdesak-desakan dengan ibu-ibu dan anak perempuan yang menurutnya menyebalkan. Tapi demi arwah Ibunya, demi masa depannya, dan demi secuil harapan untuk memperbaiki nilai ulangannya, Hendra tahan keinginannya untuk mengeluh. Bangun pagi-pagi buta pun ia lakukan dengan tekad yang bulat.
Setelah semua usahanya ini, jika Hendra masih dihukum karena datang terlambat, ia akan mengakhiri semuanya. Hendra akan berhenti sekolah dan memilih berjualan es serut seperti kemarin. Jika bukan karena kakeknya yang menginginkan agar ia sekolah, mana sudi Hendra memakai seragam almamater yang amat dibencinya.
Jika bukan karena memakai seragam itu, dan menjawab pertanyaan dungu tentang mengapa ikan bernapas dengan insang, Hendra mungkin masih akan melihat ibunya untuk terakhir kali. Ibu Hendra yang sakit-sakitan meninggal tepat saat Hendra dalam pertengahan ujian. Hendra diberitahu tetangga yang menjemputnya dan pulang saat itu juga, menemukan ibunya terbaring kaku ditemani para pelayat. Masa bodoh dengan nilai-nilai ulangannya. Persetan dengan alasan kenapa ikan tidak bisa bernapas dengan paru-paru. Apa bedanya bagi Hendra? Ibunya tetap meninggal, dan Hendra tidak disana untuk mendengarnya bicara untuk terakhir kali. Semuanya sudah terlambat.
Bus yang ditumpangi Hendra berhenti tepat di pertigaan. Semester baru akan dimulai dan Hendra diminta untuk hadir di ujian susulan atau ia bakal dikeluarkan dari sekolah. Hendra mencoba mengingat wajah ibunya untuk membuatnya merasa lebih baik. Diasta mempunyai wajah yang teduh. Sayang sekali Hendra tak akan melihatnya lagi.
Seorang pengamen menyanyikan lagu Kuil Cinta milik Slank di jalanan. Seolah ditarik, Hendra refleks menoleh pada seorang berwajah rupawan yang naik sepeda dan berhenti di pertigaan menunggu lampu merah. Hendra merasa pernah melihat wajah itu. .
Lalu Hendra terbelalak. Ingatan akan kejadian siang kemarin memenuhi bayangannya. Itu adalah anak yang tempo hari membeli es serut Hendra. Anak yang ditatapnya dengan tidak sopan. . anak yang mencuri perhatiannya. Hendra merasa jantungnya berdegup kencang. Wajahnya yang tampan membuatnya tidak susah dikenali.
Hendra bertanya-tanya, kira-kira dimanakah anak itu bersekolah. . ia tidak bisa yakin. Dia memakai seragam yang sama sekali belum pernah dijumpai Hendra di sekolah manapun di Surabaya. Saat Hendra akan melihat lebih jelas, lampu lalu lintas telah berubah jadi hijau dan bus yang ditumpangi Hendra meluncur mulus di jalanan Surabaya yang padat, mendahului pengendara lain. Hendra kehilangan pandangannya pada anak itu dan mengumpat keras-keras.
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar